Selasa, 27 Januari 2015

Pak'e Tain Tentang Tradisi Sanggar Nuun

(Disampaikan oleh Mustain Ahmad/Pak’e di acara Musyawarah Majelis Syura Sanggar Nuun 23-25 Januari 2015 di PP Kaliopak Piyungan Bantul)


"Selamat bagi pengurus dimensioner yang purna tugas, selamat bagi pengurus baru yang akan melaksanakan kepengurusan baru. Tahun 2001, 2002, 2003 periode paling sunyi karena orangnya dikit, akhir 2002 yang dikatakan aktif enam orang, datang pergi 16 orang sudah bagus. Tahun 2001 ada 16 orang yang berangkat ke Surabaya-Semarang. (Pentas) Sinbad kemarin meningkat drastis sampai 42 orang. 

Periode yang paling semarak periode tahun 2008-sekaranglah. 2009 ke Bandung 50 orang saat Kidung Matahari. Kru paling lumayan. Alhamdulillah hingga saat ini masih ada 33 orang yang ada disini. Militansi Sanggar Nuun luar biasa. Sedikit atau banyaknya orang tidak menjadi masalah bagi orang yang berkesenian. Kalau sedikit ya piye carane membuat orang terbuka, tetap santai. Mengatur banyak kepala kan sulit tapi punya banyak pilihan atau alternatif yang bisa dikerjakan. 

Teman-teman baru mewarisi tradisi panjang. Tradisi pertama adalah keluarga yang paling penting adalah kerukunan. Tradisi kedua adalah tradisi gotong royong, berat sama dipikul, ringan santé wae. Tradisi ketiga tradisi keras kepala tradisi kekuatan berkata tidak atau iya pada apa yang kita yakini. Kalau benar-benar “iya” ya “iya”, tidak ya tidak. Salah satu karakternya kita tidak mungkin mengingkari GBHSN untuk sekedar mencari uang. 

Tradisi paling lekat adalah ini sebenarnya bukan tradisi atau sifatnya umum saja. Bahasa yang paling tepat mungkin itu bisa dipelajari sambil berjalan dan berproses. Di satu sisi orang mengatakan bahwa yang di depan dihormati, belakang disayangi. Itu tidak berlaku di Sanggar Nuun. Ketika mulai proses bersama semua orang equal, kita tidak memandang semua senior yang harus didewakan. Tapi kita juga tidak mengingkari sejarah teman yang lebih dulu proses lebih punya sesuatu. Itu tak berlaku bagi sanggar umumnya, kecuali berkesenian untuk profit. Orang film meski senior kalau nggak becus ya dipekok-pekokan

Selain berproses tentu berkarakter. Kalau karakter bunga itu wangi, api ya panas. Sabar, bersungguh-sungguh, karakter manusia tidak sekonyong-konyong hadir, okelah kita tak bisa mengajari api menjadi panas, tapi manusia bisa. Kalau tidak dipelajari ya tidak bisa. Satu karakter yang semua sepakat “santai”. Tidak dalam arti berleha-leha.

Yang harus dikritik berat adalah tradisi “baca buku”. Tradisi kita melompat dari tradisi lisan ke tradisi informasi. Tiba-tiba revolusi industri sudah terlompati, sudah masuk sedemikian cepat. Masih ada orang yang belum lewat tradisi bacanya. Kalau orang kerja satu minggu liburan satu hari, kalau orang informasi kerja plus liburan. Padahal tidak seperti itu. Kita kembalikan lagi pada yang punya. Selamat mengurusi Sanggar Nuun. 

Sanggar yang hebat buat saya. Banyak hikmah. Saya yakin di sanggar ini kita lebih dewasa dan lebih menjadi manusia."
Tengah: Pak'e Tain (Doc. Nanisa)

2 komentar: