Rabu, 08 Januari 2014

Orang Asing

Kemarin malam diajak anak sanggar buat nonton teater di ISI (Institut Seni Indonesia) Yogyakarta. Kita kesana bareng-bareng. Ini untuk pertama kalinya aku nonton teater. Pas malam tahun baru 2014 kemarin pengen banget nonton hajatan teater eska, tapi udah ada acara lain.
Ini juga untuk petama kalinya aku datang ke ISI Jogja. Keren juga sih :D Kalau dari UIN lumayan jauh.
Pas nyampe sana.. ketemu dengan banyak mahasiswa seniman. Harga tiket masuknya 10 ribu. Sekitar jam 8 pm, acara dimulai di auditorium jurusan tater ISI.
Panggungnya berbentuk prosenium gitu. Aku, Madam, Mbak Aim, Ucup, Mas Ilham, Mas Mumun, Richa duduk di tengah. Panggung gelap, layar terbuka. Oya, sebelumnya pentas “orang asing” ini adalah naskah karya Rupert Brooke yang diadaptasi D. Djajakusuma dengan sutradara Medi Saputra. Sekilas cerita: “Ada seorang pejalan melalui kota kecil dengan membawa sebuah koper dan pakaian yang mentereng. Namun ia tersesat dalam sebuah hutan hingga kemalaman. Ia sangat gembira melihat lampu menyala menemukan rumah. Siapakah orang itu? Mungkin hanya tamu. Siapakah orang itu? Mungkin orang kaya. Siapakah orang itu? Mungkinkah pencuri. Siapakah orang itu?”
Latarnya di sebuah rumah di hutan. Lightingnya keren sih. Musik ilustrasinya juga. Jadi, ada sebuah pemuda berpakaian orang kaya membawa sebuah koper. Ia datang ke rumah seorang bapak dan ibu tua yang mempunyai anak seorang gadis yang pincang.
Pemuda itu masuk ke rumah, disana si ibu rumah memberinya makan dan minum. Pertama aku terkecoh, pemuda mentereng ini aku kira buronon, soalnya sering banget ngliat jendela kayak orang dikejar-kejar, tapi apa yang terjadi selanjutnya?? :) Pemuda kaya ini bercerita banyak dengan sang ibu, dia juga mendekati anak gadis pemilik rumah tadi. Ia katakan bahwa gadis cantik sepertimu harusnya tinggal di kota dan menjadi seorang putri. Tapi sang gadis marah-marah, ia tunjukkan kakinya yang digigit anjing. “Adakah putri yang tangannya kasar dan kakinya pincang? Ada? Tidak!” hardiknya.
setting-nya :)
Kemudian.. ayah si pemilik rumah datang, ia habis berburu di hutan tapi tak mendapat apa apa. Sampai di rumah tak ada makanan.  Sang pemuda menyambut bapak tadi dan berbicara dengan ibu dan bapak pemilik rumah. Ia bertanya tentang anak keluarga ini. Ibunya menjawab, ia punya dua anak tapi yang pertama mati tenggelam. Ia menunjukkan koper yang berisi banyak uang. Pemuda tadi berkata bahwa, “Bapak dan Ibu bisa kaya dengan uang ini”. Ia juga melepaskan jam tangan mahal yang semuanya terbuat dari emas, ia tunjukkan dan ditaruh di dinding agar semua bisa melihat jam berapa. Karena hari telah malam pemilik rumah menyuruh si pemuda untuk beristirahat.
Nah, di sini konflik terjadi. Keluarga ini bertengkar untuk membunuh si pemuda agar mereka berhenti hidup miskin dan kaya raya. Sang gadis mengambil pisau untuk membunuh, tapi  sang ayah mencegahnya, “Jangan, biar bapak saja” katanya. Saat masuk ke kamar, sang ayah tidak berani membunuh sang pemuda karena belum minum tuak. Dia harus minum tuak dulu agar pembunuhannya lancar, akhirnya sang ayah keluar untuk mencari tuak. Sang ayah menghimbau: “Tunggu aku pulang. Biar aku yang membunuhnya”.
Sang ibu dan sang anak gelisah. Tiba-tiba terdengar ketukan dari pintu. Ternyata si Ujang, pria necis yang menyukai si gadis. Haha, lucu banget nih tokoh. Kocak, pakai nyanyi lagu-lagu dangdut gitu, hehe :D Dia kesini dengan membawa makanan, tapi tak selang beberapa lama ia disuruh pulang.
Sang ibu dan anaknya masih terus gelisah. Akhirnya, sampai puncaknya si anak mengambil pisau. Dialah yang akan mengeksekusi pemuda kaya tadi. Ibu disuruh membantu menyekap. Masuk ke kamar tidur, dan dibunuhlah pemuda itu hingga meninggal. Sang ibu menangis menyesali perbuatannya. Kemudian.. terdengar suara ribut dari luar. Sang bapak datang dengan seorang temannya.
Disini hal menusuk terjadi. Teman  sang bapak bercerita tentang seorang pemuda kaya berpakaian mentereng masuk hutan ingin menemui orang tuanya yang telah lama berpisah. Pemuda kaya itu bercerita akan membawa keluarganya yang di hutan untuk hidup di kota, di rumah yang megah, dan uang yang banyak. Dan tak disangka bahwa orang tua pemuda kaya tadi adalah temannya sendiri (sang bapak), ia berkata, “Akulah orang pertama yang akan memberinya ucapan selamat. Sudahkah pemuda tadi datang ke rumah kalian?” Tanya teman bapak pada pemilik rumah.
Betapa terpukulnya sang ibu dan sang anak, ternyata yang mereka bunuh adalah anak sekaligus kakak yang dianggap tenggelam dahulu. Yeahhh.. sad ending…
Teaternya realis, isinya tragedi. Seorang tokoh yang baik, dengan keberuntungan baik tapi nasibnya menyedihkan. Pelajaran moralnya, coba mereka nggak serakah pengen jadi orang kaya dan lebih sabar...

Yogyakarta, 6 Januari 2014

*Diposting pas ngopi bareng sama mas taufiq, fafa, fa'i, dan mutia di Kebun Laras



Tidak ada komentar:

Posting Komentar