Jumat, 03 Januari 2014

Dear Wisnu and Mas Ali


Tangal 31 Desember 2013 (penutupan tahun), aku mendadak jadi guru ngaji di sebuah TPA masjid Al Huda, Sidoharjo, Samigaluh Kulon progo, YK. Gara-gara agenda susur air terjun Arena nih, hahaha. Ia, kita kan nginepnya di bangunan dekat masjid, nah tiap sore itu kan ada TPA gitu di masjid ini. Bapak dan ibu pengurus masjid menyuruh kami (anak-anak Arena) buat ngajar ngaji. Awalnya sih aku gak pengen ngajar, soalnya nyadar banget bacaan Qur’anku belum lancar (beneran, kadang malu sendiri).

Nah, teman-teman Arena: Mas Andy, Mas Folly, Mbak Nisa,  Mutia, Muza, Fafa, dll pada ngajar dari iqro sampai Al Quran.. Trus aku disuruh salah seorang kakak Arena buat ikutan. Kebetulan ada dua anak yang belum ada pendamping, masih kecil berumur 4 dan 6 tahun (mungkin), akhirnya aku dan Maya maju. Aku bersedia soalnya Iqro :D Ternyata dua anak ini kakak beradik. Maya ngajar kakaknya “Mas Ali” dan aku ngajar adiknya “wisnu”. Dan disinilah hal yang membuatku terharu muncul….

Pertama, aku nanya “adik siapa namanya?” dijawab dengan lucu dan pandangan kemana-mana, “Wisnu”. Trus aku Tanya ngajinya sampai mana? Trus kakaknya ngasi tahu, jilid satu halaman sebelas. Aku ajar dia pelan-pelan. Emang sih susah, mesthi sabarrrr banget ngikuti mood-nya Wisnu. Dia itu kesulitan ngomong “Ja” dia slalu ngomong ja jadi  “da”. Aku pancing-pancing nyuruh dia bilang “jajan” eh malah “dadan”. Aku terusin ngajinya, dia nggak fokus, matanya kemana-mana nggak ngliat iqronya, aku nyuruh dia ngikuti… dan diikuti sih, tapi rada susah juga, dia asyik sendiri. Sampai aku rayu, “Wisnu sayaanggg”.

Nah, kakaknya selesai aku ikutan berhenti ngulang Wisnu. Trus tiba-tiba Mas Andy cerita..
“Kasian dua anak ini ter-ALIENIASI”. Katanya membuatku penasaran…
“Ter-alienasi gimana Mas?”
“Ya gitu, mereka dikucilin sama teman-temannya..” Rasane langsung JLEB.  Aku bertanya-tanya kenapa?? Apa karena otak Wisnu dan Ali kalah sama kecerdasan anak-anak yang ngucilin itu? Atau gimana????

Trus aku dekatin Wisnu, aku ajari dia ngaji lagi… Aku ambil note dan pulpen warna, aku ajari Wisnu nulis. Aku gunakan pendekatan-pendekatan yang dimengerti anak kecil dengan menghadirkan benda-benda nyata bukan konsep abstrak nggak jelas. Misalkan, saat nulis “sa” aku bilang…
“Wisnu… kita buat mangkuknya dulu yaa… Trus, di atasnya ada nasi tiga.. Nah, ini sendoknya (harokat fathah)” Aku rangkul, aku tuntun tangannya, ehhh… dia ketawa sendiri :D Trus aku latih dia nulis sendiri. Pendekatannku cukup berhasil, meski gak sempurna dia buat huruf O di dalamnya ada nasinya lima dan sendoknya satu.. :)

Mas Andy datang.. dia bikin gambar naruto buat Wisnu.. tapi kayaknya Wisnu kagak kenal nih kartun deh.. Trus aku ajak dia gambar hal yang lain.
Naruto dan "sa"
“Kita nggambar yuk Wisnu.. gambar apa yaa? Gambar Wisnu saja yaa…” Aku rangkul, aku tuntun tangannya lagi.. Dari kepala, mata, hidung, telinga, baju.. Pas nyampe baju aku nanya Wisnu, ini kaosnya gambar apa: “Pesawat” katanya samar-samar.. Trus kita nggambar pesawat.. sambil aku bercandai, “Wisnu suka pesawat yaa?”. Trus celana, aku lihat celana Wisnu, aku nanya, “ini gambarnya apa?” . Aku jawab sendiri, “robot yaa”. Aku tuntun dia gambar robot. Aku nanya lagi: “Wisnu mau main apa?” Nggak dijawab, dia asyik ngliatin teman-temannya. “main bola aja yaa” kataku. Akhirnya jadi… Trus, pas mau aku kasi nama.. Wisnu bilang “Mas Ali-Mas Ali”. Akhirnya aku namai gambar itu dengan nama  Mas Ali dan nama Wisnu dibawahnya..
Wisnu :)
Trus, lanjut ke gambar kedua. Bingung sih mau gambar apa? Trus aku ajak dia gambar rumah. Aku nanya, “rumah Wisnu kayak apa?”, “pintunya berapa?” (tiga, tapi cuma ku gambar satu), “ada jendelanya gak?” (geleng-geleng/tidak). Tangannya aku tuntun, kita mensketsa. Nah, Mas Ali menambahi rumahnya dari “gedeg” (sejenis dinding dari anyaman bambu), aku bingung gambarnya.. trus Mas Ali ngajari aku buat sempel dindingnya beberapa biji, seperti ini: “ (=II=II=)”. Trus, aku dan Wisnu nglanjutin buat dindingnya.. Aku konkretkan dan imajinasikan lagi: “sate tidur, sate berdiri, sate tidur, sate berdiri (=II=II)” haha, dia tertawa, kita sketsa sampai dindingnya penuh. Trus aku nanya lagi, “Di depan rumahnya Wisnu ada apa?”, dijawab “krambil”, aku kagak ngerti krambil itu apa, trus Maya ngasi tahu, “krambil itu (pohon) kelapa”. Trus kita gambar deh pohon kelapa. Aku nanya, “ada apa lagi?”. Dijawab, “kandang wedus”. Ohh, kambing. Kita gmbar kambing dengaan rumput dibawahnya. Trus aku nanya lagi: “ada apa lagi?” dijawab, “wit Lombok”. Kita gambar tanaman cabai.. cabainya kata Wisnu warnanya merah, jadi panjang-panjang :D
rumah Wisnu
Trus, tanpa lelah.. aku ajak dia nggambar lagi. Aku ajak dia nggambar ibunya Wisnu. Aku Tanya-tanya…
“Ibu Wisnu cantik nggak?” dia geleng kepala
“Ora, elik..” jawabnya frontal
“Wisnu nggak boleh bilang gitu. Mama Wisnu cantik, nanti bilang yaa ke Mak.e.. ‘Mak.e cantik deh’” Eh, dia malah ketawa :D
“Ibu Wisnu pakai kerudung nggak?”
“Iyo, nganggo”
“Bajunya kaos atau nggak?”
“Kaos”
“Celananya pendek atau panjang?”
“Pendek”
“Ibunya Wisnu lagi apa?” dia diam asyik ngliat sekitar..
“Ibu Wisnu lagi nyapu yaa?” sahutku sendiri
Seperti inilah hasil gambar kami :D
mama Wisnu
Gambar selesai. Aku, Maya, Mas Andy ngomongin mereka berdua. Pengen nangis aku rasanya, kasian anak sekecil itu nggak punya teman. Temen-temennya pada ngejekin, gak mau dideketin. Padahal mereka udah mau deketin buat ikut main, tapi teman-temannya slalu menghindar. . yeah, I can feel  that. Wisnu dan Ali udah terbuka, tapi merekanya yang nggak mau nerima -_- Sampai aku dekati teman-temannya itu (murid mas Andy), aku geret tangannya buat nemenin Wisnu dan Ali, mereka malah menggeliat. Dideketin, menjauh. Dideketin, menjauh. Ya Allah… begitu berat beban psikologis mereka :(

Tak terasa hari udah sore, kita bagi-bagi jajan. Aku kasikan rotiku yang Alhamdulillah masih sisa dua ke Wisnu dan Ali. Awalnya mereka menolak, pas ngliat teman-temannya mau dibagiin jajannya Mas Andy mereka jadi mau. Trus, mereka pulang.

Yang aku salut.. mereka masih ceria, wajah mereka masih terlihat bahagia (tapi entah juga perasaannya). Masa kecil itu jadi masa penentu terbesar karakter seseorang ketika dia besar (setidaknya menurutku). Aku nggak bisa bayangin, kalau Wisnu dan Ali digituin terus sama teman-temannya, besarnya dia akan jadi seperti apa Allah? Sudah besar pun harusnya seseorang itu juga harus ngaca, gak usah “ngina” lah istilahnya atau “ngremehin” atau “ngucilin” orang  lain seolah dirinya yang yes, paling oke, dan nganggep karakter-karekter orang yang mereka tahu orang yang mereka hina dan remehin itu kagak bisa nglawan kayak sampah atau patung yang kagak punya perasaan. Justru, perasaan mereka lebih sensitif daripada mereka yang katanya punya perasaan.

Wisnu, Ali… dear… yang sabar yaa, teruslah ceria, teruslah bahagia. Kakak yakin suatu saat nanti kalian akan memiliki teman-teman yang baik, yang mau bermain dan berbagi dengan kalian.  Semoga Mas Ali yang mempunyai cita-cita ingin menjadi seorang “petani” berhasil. Jadi petani yang besar, yang sukses, yang mampu menjadikan Indonesia menjadi lumbung padi dunia.
Kak Isma akan selalu merindukan kalian… yang pintar ya Dek…

Kulon Progo, 31 Desember 2013



Tidak ada komentar:

Posting Komentar